13 Nov 2013

Renungan Suci Mahasiswa Sepuluh Nopember di Malam 10 November




Hari Pahlawan tahun ini kembali diperingati dengan renungan suci mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Renungan suci sekaligus malam refleksi tersebut berlangsung di kawasan Tugu Pahlawan, Sabtu (9/11). Bambang J. Pramono atau biasa disebut Cak Gembos, salah satu pengisi acara, menuturkan bahwa aktivitas renungan dan refleksi ini dimulai pada tahun 1993. Hari Pahlawan menjadi momen penting bagi mahasiswa ITS kala itu untuk menyatakan perlawanan terhadap pemerintah. “Lebih dari 4.000 mahasiswa ITS ikut (renungan suci) saat itu. Namun, saya cukup terharu tradisi ini masih dijaga dan ada 400-an mahasiswa yang bisa hadir malam ini.”

Dalam kesempatan yang sama, Bambang mengungkapkan bahwa tujuan gerakan mahasiswa harus sejalan dengan cita-cita rakyat sehingga gerakan mahasiswa bisa sinergis dengan rakyat. “Dahulu pernah saat kami demonstrasi di perempatan Kampus A Unair, ABRI datang dan segera berlari menangkap kami. Tetapi kami menghindar ke pemukiman dan disembunyikan rakyat,” begitulah gambaran yang Bambang berikan tentang sinergitas.

Hadir pula dalam renungan suci, mantan Rektor ITS, Prof. Soegiono. Pria yang pernah mendampingi langsung mahasiswa ITS saat demonstrasi 1998 ini mengingatkan bahwa perguruan tinggi harus menjadi kekuatan moral untuk mengawal bangsa. Alumni perguruan tinggi dan semua entitas di perguruan tinggi harus berpikir bebas berdasarkan moralitas dan ilmu pengetahuan, bukan menjadi ABS (asal Bapak senang) atau Yes Man. “Perguruan tinggi harus independen dan otonom!” tegas Soegiono.

Tidak hanya diisi orasi dari para mantan aktivis pergerakan mahasiswa, acara ini juga diisi dengan pentas kesenian yang kental nuansa kebangsaan. Tiga buah lagu dipersembahkan oleh punggawa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Musik: Indonesia Pusaka, Surabaya Oh… Surabaya, dan Bendera. Performansi apik dari UKM Musik menambah gairah para mahasiswa di malam itu.

Tidak ketinggalan, ditampilkan pula pembacaan puisi oleh Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur, Desemba. Alumni ITS yang berkarier di luar bidang keteknikan ini membawakan “Indonesia Salah Arah” yang menggambarkan kondisi Indonesia yang berada di jalur yang salah dalam melaksanakan kemerdekaan. Dalam puisi tersebut digambarkan jalan kemerdekaan adalah sebuah Jembatan Emas yang menghubungkan pangkal kemedekaan di tahun 1945 dan ujung yang berupa tujuan Indonesia Merdeka. Sayangnya, jembatan emas itu kini hitam legam karena berbagai kesalahan yang bangsa ini perbuat. Namun, puisi tersebut kemudian disusul dengan “Indonesia, Kubalut Lukamu” yang menandakan masih ada harapan dan mimpi besar untuk mencapai Indonesia yang sesuai dengan tujuan kemerdekaan.

Di akhir renungan, Yoga Widhia (mantan Menteri Sosial Politik BEM ITS) berpesan kepada para penerus pergerakan mahasiswa ITS, “Jangan konfrontasikan antara tugas akademik dengan kewajiban kita untuk dekat dengan akar-akar permasalahan bangsa. Aktivis bukanlah orang bodoh, aktivis bukanlah orang dengan IPK pas-pasan, jangan menjadikan alasan nilai jelek karena menjadi aktivis, karena kita tidak ingin bangsa Indonesia ini ke depannya dipimpin oleh orang-orang bodoh.”


Sumber: http://regional.kompasiana.com/2013/11/12/renungan-suci-mahasiswa-sepuluh-nopember-di-malam-10-november-607377.html

0 komentar:

Posting Komentar

 





Mode Views: